Patung Dewa Taiwan Berusia 300 Tahun Dirusak: Seruan untuk Perlindungan Warisan Budaya yang Lebih Kuat

Pemenggalan brutal terhadap hampir 30 patung religius di Kuil Wutong di Kabupaten Changhua, Taiwan, memperlihatkan adanya kesenjangan kritis dalam undang-undang warisan budaya, dan memicu seruan untuk melakukan reformasi.
Patung Dewa Taiwan Berusia 300 Tahun Dirusak: Seruan untuk Perlindungan Warisan Budaya yang Lebih Kuat

Sebuah insiden yang sangat mengkhawatirkan di Taiwan telah mengungkap kebutuhan mendesak untuk perlindungan yang lebih kuat terhadap artefak agama dan budaya. Kuil Wutong, sebuah situs bersejarah di Desa Datun, Kabupaten Changhua, yang telah berdiri lebih dari 300 tahun, mengalami tindakan vandalisme yang menghancurkan pada tanggal 7 Juli. Seorang individu, dilaporkan mengalami masalah kesehatan mental, memasuki kuil dan menggunakan sabit untuk merusak hampir 30 patung agama, beberapa di antaranya berusia berabad-abad.

Insiden tersebut telah memicu kemarahan dan kekhawatiran tentang kerangka hukum yang ada untuk melindungi harta karun budaya yang tak ternilai ini. Patung-patung tersebut, meskipun merupakan bagian dari kuil yang signifikan secara historis, tidak secara individual ditetapkan sebagai aset budaya. Ini berarti bahwa tindakan perusakan hanya dapat dituntut berdasarkan undang-undang kerusakan umum, gagal mencerminkan kerugian budaya dan sejarah yang sangat besar.

Anggota Dewan Cao Jiahao, seorang politisi lokal, telah vokal dalam kritikannya terhadap celah hukum yang ada. Dia menyoroti bahwa meskipun Kuil Wutong itu sendiri adalah bangunan bersejarah yang dilindungi, kurangnya perlindungan untuk patung-patung itu sendiri membuat mereka rentan terhadap tindakan seperti itu. Dia menuntut agar pihak berwenang yang relevan mengatasi kekurangan dalam perlindungan warisan agama dan budaya.

Kuil Wutong, didirikan pada tahun 1792, didedikasikan untuk pemujaan Lima Kaisar (五顯大帝, Wu Xian Dadi), yang masing-masing mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk keberuntungan dan kesejahteraan. Kerusakan yang ditimbulkan pada patung-patung tersebut, yang meliputi cacat wajah dan kerusakan pada kendaraan dewa, adalah pukulan signifikan bagi warisan spiritual dan budaya masyarakat setempat.

Sebagai tanggapan, departemen urusan kebudayaan telah berjanji untuk membantu kuil dalam mengajukan permohonan pengakuan patung-patung tersebut sebagai artefak budaya. Namun, pihak berwenang mengakui keterbatasan undang-undang saat ini dalam menerapkan hukuman berdasarkan Undang-Undang Pelestarian Warisan Budaya (文化資產保存法). Pelaku telah didakwa atas kerusakan properti.

Anggota Dewan Cao Jiahao dengan pedih menyatakan bahwa "Lima Kaisar (五顯大帝, Wu Xian Dadi) telah menanggung kemalangan di tubuh emas mereka untuk mencegah orang yang mengalami gangguan mental dari melukai orang yang tidak bersalah," lebih lanjut menekankan perlunya apresiasi masyarakat terhadap perlindungan warisan budaya.

Insiden ini menyoroti kebutuhan mendesak akan undang-undang yang lebih kuat untuk melindungi artefak agama dan mengatasi ketidakcukupan hukuman. Pemulihan jangka panjang patung-patung yang rusak, yang diperkirakan memakan waktu beberapa tahun, dan pencegahan peristiwa serupa di masa depan sekarang menjadi masalah mendesak bagi upaya pelestarian budaya Taiwan.



Sponsor